Jumat, 20 Juni 2014

The Changing Family in The Changing Society


Selain perbedaan di dalam jumlah saudara kandung, para keluarga yang anak-anaknya memiliki pengalaman berbeda dalam hal yang penting. Jumlah anak yang dibesarkan di dalam keluarga yang single-parents mengejutkan. Diantara keluarga yang memiliki ayah dan ibu, ada diantara mereka yang keduanya bekerja, atau orang tua yang sudah cerai dan menikah lagi, atau orang tua yang gay maupun lesbian. Perbedaan di dalam budaya dan socioeconomic status (SES) juga mempengaruhi keluarga. Bagaimana variasi-variasi di dalam keluarga ini mempengaruhi anak-anak?




Orangtua Yang Kerja
Lebih dari dua ibu di Amerika Serikat dengan anak berumur dibawah 5 tahun sebagai tenaga kerja; lebih dari dua dari setiap tiga ibu dengan anak berumur 6 sampai 17 tahun. Pekerjaan ibu adalah bagian daari kehidupan moderen, tapi efeknya itu masih diperdebatkan.
Bekerja bisa memberikan dampak positif dan negatif dalam pengurusan anak (Goldberg & Lucas-Thompson, 2008). Penelitian terbaru menyatakan bahwa apa yang penting bagi perkembangan aanak adalah sifat dari orang tua yang bekerja apakah satu atau keduanya bekerja diluar rumah (Clarke-Stewart, 2006; Goldberg & Lucas-Thompson, 2008). Ann Crouter (2006) menjelaskan bagaimana orangtua membawa pengalaman mereka dalam pekerjaan ke dalam rumah mereka. Dia menyimpulkan bahwa orang tua yang memiliki kondisi kerja yang buruk, seperti terlalu lama bekerja, kerja lembur, pekerjaan yang membuat dia stres, dan kurangnya kemandirian di tempat kerja, biasanya menjadi lebih pemarah dan kurang aktif daripada rekan-rekan kerjanya yang memiliki kondisi kerja yang lebih baik dalam pekerjaan mereka. Sebuah temuan mengatakan bahwa anak-anak (terutama perempuan) yang ibunya bekerja kurang terlibat dalam gender stereotyping dan memiliki egeliter dalam memandang jenis kelamin (Goldberg & Lucas-Thompson, 2008).




Anak di Dalam Keluarga yang Bercerai
Tingkat perceraian berubah agak dramatis di Amerika Serikat dan banyak negara di dunia pada akhir abad kedua puluh (Amato & Irving, 2006). Tingkat perceraian di Amerika Serikat bertambah secara dramatis pada tahun 1960-an dan 1970-an tetapi telah menurun sejak 1980-an. Akan tetapi, tingkat perceraian di Amerika Serikat tetap lebih tinggi daripada sebagian besar negara.
Diperkirakan 40 persen anak-anak di Amerika Serikat lahir dari orang tua yang menikah akan mengalami perceraian orangtuanya (Htherington & Stanley-Hagan, 2002).

Apakah anak-anak lebih baik di dalam keluarga yang belum pernah bercerai atau di dalam keluarga yang bercerai? Kebanyakan peneliti setuju jika anak-anak dari keluarga yang bercerai menunjukkan penyesuaian mereka lebih sedikit daripada keluarga yang tidak bercerai (Hetherington, 2006; Wallerstein, 2008). Orang-orang yang mengalami perceraian beberapa kali memiliki risiko yang lebih besar. Anak-anak dari keluarga yang bercerai kebayakan meiliki masalah akademik daripada anak-anak dari keluarga yang tidak bercerai, umtuk menunjukkan  masalah yang dieksternalisasikan (seperti bertindak dan melakukan kejahatan) dan masalah yang dinternalisasikan (seperti kecemasan dan depresi), menjadi kurang bertanggung jawab secara sosial, memiliki hubungan yang kurang kompeten, dikeluarkan dari sekolah, menjadi aktif secara seksual di usia dini, memakai narkoba, bergaul dengan teman-teman yang antisosial, memiliki harga diri yang rendah, akan kurang nyaman sebagai dewasa muda (Conger & Chao, 1996). Studi yang terbaru menyatakan bahwa ketika seseorang yang mengalami perceraian orangtuanya pada masa remaja anak tersebut, itu terkait dengan hubungan romantis atau perkawinan yang tidak stabil dan tingkat pendidikan yang rendah di masa dewasa ( Amato, 2006). Namun, mengingat kalau kebanyakan anak-anak dalam keluarga yang bercerai tidak memiliki masalah penyesuaian yang signifikan (Ahrons, 2007). Dalam suatu studi ditemukan kalau 20 tahun setelah orangtuanya bercerai ketika mereka masih anak-anak, sekitar 80 persen orang dewasa menyimpulkan bahwa perceraian orang tuanya itu adalah keputusan yang bijaksana (Ahrons, 2004).

Apakah orang tua harus tetap bersama demi anak-anaknya? Apakah orangtua harus tetap bersama dikeadaan yang tidak bahagia dan konflik pernikahan demi anak-anaknya adalah pertanyaan yang biasanya ditayakan dalam perceraian (Hetherington, 2006). Jika ada masalah dalam hubungan keluarga yang berkaitan dengan kektidakbahagiaan, masalah pernikahan yang mengurangi kesejahteraan anak dikurangi dengan perceraian, single-parents family, perceraian bisa berguna. Akan tetapi, jika sumber daya berkurang dan bertambahnya masalah yang terkait dengan perceraian juga disertai dengan orangtua yang tidak layak dan meningkatkan konflik, bukan hanya diantara pasangan yang cerai tapi juga dengan orang tua  mereka, anak, dan saudara kandung, pilihan terbaik untuk anak-anak yang pernikahannya dipertahankan (Hetherington & Stanley-Hagan, 2002).

Bagaimana proses keluarga di dalam keluarga yang bercerai? Proses di dalam keluarga adalah sesuatu yang baik (Kelly, 2007; Wallerstein, 2008). Ketika hubungan orang tua yang bercerai dengan satu sama lain serasi, dan ketika mereka mengurus anak dengan otoriter, penyesuaian anak-anaknya bertambah (Hetherington, 2006).

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kerentanan individu anak untuk merasakan konsekuensi negatif yang hidup dalam keluarga yang bercerai? Diantara faktor-faktor yang melibatkan risiko anak dan kerentanan adalah penyesuaian anak sebelum perceraian, maupaun kepribadian dan watak anak, jenis kelamin, dan custody situation (Hetherington, 2006). Anak-anak yang orang tuanya kemudian bercerai akan susah menyesuaikan  sebelum mereka bercerai (Amato & Booth, 1996).



Ellen Galinsky dan Judy David (1988) mengembangkan sebuah pedoman untuk berkomunikasi dengan anak-anak mengenai perceraian.
·         Menjelaskan perpisahan. Memungkinkan jika salah satu orang tua meninggalkan rumah, beri tahu anak. Jika memungkinkan, kedua orang tua harus ada ketika memberitahu anak-anak mengenai perpisahan yang akan datang. Alasannya karena anak-anak akan sangat susah mengerti. Apa pun yang dikatakan orang tua kepada anaknya, anaknya akan mencari alasan untuk mebantah perpisahan tersebut. Penting buat orang tua untuk memberitahu anak siapa yang akan mengurusnya dan menjelaskan kepadanya perjanjian bagaimana caranya untuk menemui orang tua yang satu lagi.
·         Menjelaskan bahwa perpisahan bukan salah anak. Anak-anak biasanya percaya jika perpisahan atau perceraian orang tuanya itu merupakan salahnya. Jadi,  penting untuk memberitahu anak bahwa itu bukan salahnya. Orang tua harus menjelaskan secara berulang hal tersebut.
·         Jelaskan bahwa memakan waktu untuk merasa lebih baik. Beritahu anak-anak bahwa normal jika kita merasa tidak baik dan banyak anak-anak yang merasakan hal tersebut ketika orang tuanya.
·         Lebih terbuka untuk berdiskusi dengan anak. Beritahu anak anda untuk mendatangi anda kapan pun untuk membicarakan tentang perpisahan. Baik-baik aja bagi anak untuk mengungkapkan emosi terpendamnya dalam berbicara dengan orang tua dan belajar jika orang tua rela mendengarkan perasaan dan ketakutannya.
·         Memberikan sebanyak-banyaknya. Semakin sedikit dunia anak terganggu dengan perpisahan, semakin mudah transisi untuk menjadi single-parent.
·         Memberikan support kepada anak dan diri anda. Setelah perceraian atau perpisahan, orang tua itu penting bagi anak sama seperti sebelum perceraian atau perpisahan.



                                                                                                                
Orang Tua Gay dan Lesbian
Semakin bertambah pasangan gay dan lesbian membuat keluarga termasuk anak. Sekitar 20 persen lesbian dan 10 persen gay adalah orang tua (Patterson, 2004). Ada lebih dari 1 juta orang tua gay dan lesbian di Amerika Serikat.
Seperti pasangan heteroseksual, gay dan lesbian sangat berbeda. Mereka bisa saja sendirian atau memiliki pasangan sesama jenis.
Kebanyakan anak dari orang tua yang gay dan lesbian lahir di dalam hubungan heteroseksual yang berakhir pada perceraian-biasanya kasus seperti itu, mungkin saja hubungan dimana satu atau kedua orang tua baru menyadari jika mereka adalah gay atau lesbian.
Kedudukan sebagai orang tua diantara lesbian dan gay kontroversial. Pihak lain mengatakan bahwa tidak baik anak dibesarkan dari orang tua yang gay dan lesbian. Tetapi para penemu menemukan beberapa perbedaan diantara anak yang tumbuh dengan ibu lesbian atau ayah gay di sisi yang lain, dan anak yang tumbuh dengan oran tua yang heteroseksual di sisi yang lain (Patterson, 2004;  Patterson & Hastings, 2007).

Budaya, Etnis, dan Variasi Ekonomi Sosial
Menjadi orang tua dapat dipengaruhi oleh budaya, etnis, dan status ekonomi sosial.  Dilihat dari teori ekologikal Bronfenbrenner jika nilai dari konteks sosial mempengaruhi perkembangan anak. Di teori Bronfenbrenner, budaya, etnis, dan status ekonomi sosial tergolong sebagai bagian dari macrosystem karena mwakili secara luas dalam konteks sosial.

Studi Lintas Budaya. Perbedaan budaya biasanya memberi kawaban yang berbeda dalam pertanyaan yang sederhana seperti apa peran ayah dalam keluarga, suport seperti apa yang ada di dalam keluarga, dan bagaimana anak-anak harus disiplin (Fiese & Winter, 2008). Banyak variasi penting dari studi lintas budaya di dalam menjadi orang tua (Kagitcibasi, 2007). Di beberapa budaya (seperti negara Arab), otoriter orang tua itu luas.

Etnis. Keluarga dalam perbedaan kelompok etnis di Amerika Serikat berbeda dalam tipikalnya, struktur, komposisi, ketergantungan kepada kekerabatan, dan tingkatan pendapatan dan pendidkan (Hernandez, Denton, &Maccartney, 2007; Liu & others, 2009). 
Keluarga single-parent biasanya lebih kepada orang Afrika Amerika dan Latin daripada dengan orang Amerika berkulit putih (Coltrane & others, 2008; Harris & Graham, 2007). Sebagai perbandingannya dengan dua orang yang berumah tangga, keluarga yang single-parent biasanya waktunya terbatas, uang, dan tenaga (Barajas, Philipsen, & Brooks-Gunn, 2008; Willson, 2008).

Status Social Ekonomi. Keluarga yang berpenghasilan rendah memiliki akses yang sedikit untuk mendapatkan hasil daripada mendapatkan pendapatan yang besar (Leon-Guerrero, 2009). Perbedaan akses penghasilan ini termasuk nutrisi, kepedulian akan kesehatan, perlindungan dari bahaya, dan memperkaya pendidikan dan peluang sosial, seperti menjadi  tutor dan pelajaran di setiap kegiatan. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar